Seorang teman bilang sama gue kalau dia "males ngadepin orang yang ngambek mulu." Dan maksud dia, orang itu adalah gue. Dan gue yakin dia bilang begitu karena sebelumnya gue bilang dia "heartless". Dan gue bilang begitu karena gue kecewa sama dia dan sikapnya. Gue akuin, suka mengambek memang salah satu sifat gue yang tidak gue banggakan. Tapi, gue sedang berusaha memperbaiki sifat itu bahkan sebelum dia bilang begitu.
Jujur, gue oke-oke aja dengan perkataannya dia. Maksud gue, itu hak dia untuk berpendapat apa pun tentang gue dan hak dia juga untuk merasa malas atau tidak malas untuk menghadapi orang dengan sifat-sifat tertentu. Yang gue tidak terima adalah momen yang dia pilih untuk mengatakan itu. Gue udah lama engga ngobrol dengan teman gue itu. Kira-kira udah sebulan lebih. Sebelumnya, gue memang cukup dekat sama dia dan gue memang pernah beberapa kali ngambek sama dia. Tapi, bilang kalau dia males sama sifat ambekan gue setelah gue mengungkapkan kekecewaan gue sama dia jelas tidak lebih dari sikap egois dan defensif yang berlebihan. Dia cuma pengen menunjukkan kesalahan gue karena gue nunjukkin kesalahannya dia.
Alasan kedua kenapa gue tidak suka dengan momen yang dia pilih untuk mengungkapkan pendapatnya tentang gue adalah bagaimana dengan cerdasnya dia menggunakan hal itu untuk menyerang gue dan mengubah topik pembicaraan. Jadi, sebelumnya gue dan dia lagi ngomongin sikap dia yang engga bisa gue terima. Terus dia meminta maaf. Gue tidak merespon permintaan maafnya dan gue berhak untuk itu karena gue rasa gue belum selesai menyampaikan apa yang ingin gue sampaikan. Gue rasa dia belum benar-benar mengerti alasan kenapa gue sangat kecewa. Dan keluarlah kata "heartless" itu dari mulut gue. Dan dia bilang hak gue untuk marah atau engga sama dia, yang penting dia sudah minta maaf dan keluarlah kalimat "males ngadepin orang yang ngambek mulu." Gue kaget. Gue ga nyangka dia bakal bilang itu. Gue tahu, selama ini dia menganggap gue kekanak-kanakan dan emosional. Tapi, ternyata dia sama kekanak-kanakan dan emosionalnya dengan gue. Dia menggunakan kalimat itu untuk menyerang gue dan mengganti topik pembicaraan yang belum selesai. Dan dia berhasil. Gue memang jadi terbawa sama alur pembicaraannya dia. Tapi, gue emang ngelakuinnya dengan sengaja biar dia ga perlu memendam perasaannya lagi.
Jujur, gue oke-oke aja dengan perkataannya dia. Maksud gue, itu hak dia untuk berpendapat apa pun tentang gue dan hak dia juga untuk merasa malas atau tidak malas untuk menghadapi orang dengan sifat-sifat tertentu. Yang gue tidak terima adalah momen yang dia pilih untuk mengatakan itu. Gue udah lama engga ngobrol dengan teman gue itu. Kira-kira udah sebulan lebih. Sebelumnya, gue memang cukup dekat sama dia dan gue memang pernah beberapa kali ngambek sama dia. Tapi, bilang kalau dia males sama sifat ambekan gue setelah gue mengungkapkan kekecewaan gue sama dia jelas tidak lebih dari sikap egois dan defensif yang berlebihan. Dia cuma pengen menunjukkan kesalahan gue karena gue nunjukkin kesalahannya dia.
Alasan kedua kenapa gue tidak suka dengan momen yang dia pilih untuk mengungkapkan pendapatnya tentang gue adalah bagaimana dengan cerdasnya dia menggunakan hal itu untuk menyerang gue dan mengubah topik pembicaraan. Jadi, sebelumnya gue dan dia lagi ngomongin sikap dia yang engga bisa gue terima. Terus dia meminta maaf. Gue tidak merespon permintaan maafnya dan gue berhak untuk itu karena gue rasa gue belum selesai menyampaikan apa yang ingin gue sampaikan. Gue rasa dia belum benar-benar mengerti alasan kenapa gue sangat kecewa. Dan keluarlah kata "heartless" itu dari mulut gue. Dan dia bilang hak gue untuk marah atau engga sama dia, yang penting dia sudah minta maaf dan keluarlah kalimat "males ngadepin orang yang ngambek mulu." Gue kaget. Gue ga nyangka dia bakal bilang itu. Gue tahu, selama ini dia menganggap gue kekanak-kanakan dan emosional. Tapi, ternyata dia sama kekanak-kanakan dan emosionalnya dengan gue. Dia menggunakan kalimat itu untuk menyerang gue dan mengganti topik pembicaraan yang belum selesai. Dan dia berhasil. Gue memang jadi terbawa sama alur pembicaraannya dia. Tapi, gue emang ngelakuinnya dengan sengaja biar dia ga perlu memendam perasaannya lagi.
Akhirnya, gue memutuskan untuk minta maaf sama dia dan tahu dia bilang apa "engga apa-apa kok, asal jangan sering-sering aja." WTH?! Dia benar-benar menggunakan pernyataan itu untuk menyerang dan membuat gue kesal dan sakit hati. Benar-benar dewasa dan rasional.
Gue ga habis pikir kenapa selama ini dia ga berani bilang langsung sama gue kalau dia ga tahan sama sifat gue itu. Selama ini, gue selalu blak-blakan sama dia kalau ada hal yang ga gue suka tentang dia. Dan selama ini dia ga pernah menunjukkan keberatan sama sifat gue itu. Bahkan kalau gue minta maaf, dia tetap bersikap baik dan memaklumi sifat gue itu.
Dan lucunya, dia bilang kaya gitu seolah-olah gue baru aja ngambek dengan seringnya sama dia. Padahal kita engga pernah ngobrol selama sebulan lebih. Sekarang siapa yang kekanak-kanakan dan emosional?
No comments:
Post a Comment